February 13, 2009

Kritik

Suatu ketika hiduplah seorang guru spiritual yang sangat dihormat oleh orang banyak. Setiap hari, sekelompok orang berdiri di depan pintu rumahnya untuk mencari nasihat, mengharapkan penyembuhan atau berkat darinya. Setiap kali sang guru berbicara, orang banyak itu akan mematuhinya. Namun di antara para pendengarnya itu ada seorang yang selalu mencari kesempatan untuk menentang sang guru. Ia senantiasa mencari kelemahan sang guru dan menertawakan segala kekurangan sang guru. Murid-murid sang guru sangat tidak suka akan sikap orang itu. Mereka menganggapnya sebagai jelmaan setan.

Suatu hari "setan" itu jatuh sakit dan meninggal. Semua orang merasa lega. Secara lahiriah mereka kelihatan berdukacita, namun di dalam hati mereka senang karena kata-kata sang guru yang begitu inspiratif tidak akan diganggu lagi dan mereka tidak akan pernah lagi merasa "diteror" oleh kecaman serta tingkah laku orang yang tidak sopan itu.

Namun alangkah terkejutnya orang banyak dan murid-murid sang guru manakala mereka menemukan sang guru tenggelam dalam suasana dukacita akibat kepergiaan "setan" tersebut. Seorang murid memberanikan diri bertanya, apa yang membuat sang guru begitu berduka. "Sesungguhnya saya sedang berduka bagi diri saya sendiri. Di sini saya dikelilingi oleh orang-orang yang menghormati saya. Orang yang sudah meninggal itu adalah satu-satunya yang menentang saya. Saya takut setelah kepergiannya saya tidak berkembang lagi," kata sang guru sambil menangis tersedu-sedu.

Apa pelajaran yang bisa kita petik dari cerita sederhana itu? Saya sendiri mendapat satu pelajaran penting darinya yakni mengenai kritik. Dalam hidup ini orang cenderung mengharapkan pujian dan pengakuan namun berusaha sekuat tenaga untuk menghindari kritik. Dalam dunia politik kita kerap melihat bagaimana penguasa membungkam kaum pengritik yang bernama oposisi.

Sesungguhnya kritik dapat kita jadikan sebuah momentum untuk memperbaiki diri. Saya masih ingat pengalaman bertahun-tahun silam ketika saya baru saja terjun menjadi pembicara seminar. Seusai acara saya senantiasa bertanya kepada beberapa peserta seminar, panitia seminar, istri dan tim saya tentang apa saja kekurangan saya selama presentasi dan sesi tanya jawab berlangsung. Jawaban yang paling umum saya terima adalah saya berbicara terlalu cepat sehingga peserta terkadang menjadi tergopoh-gopoh mengikuti presentasi saya. Hal senada juga kerap saya dapatkan dalam lembar evaluasi seminar.

Kritik tersebut membuat saya menjadi lebih peka akan kebutuhan dan keinginan peserta. Keterbukaan terhadap kritik pada akhirnya juga membuat saya mengetahui kalau sebuah seminar atau training akan lebih efektif jika diselingi dengan sejumlah permainan dan pemutaran klip singkat. Pada akhirnya semua kritikan itu membuat saya semakin berkembang menjadi pembicara seminar yang lebih baik dari hari ke hari. Saya tidak mau berhenti sampai di sini. Hingga hari ini pun masih terus belajar agar terus berkembang.

Seorang teman pernah berpesan agar kita jangan menganggap remeh orang yang mengkritik kita, terutama dalam sebuah event. Mengapa? "Karena bisa jadi, dialah orang yang paling serius memperhatikan Anda!" katanya. Wow, sebuah nasihat yang sungguh berharga! Secara jujur, saya harus mengakui kalau dulu saya termasuk orang yang sangat tidak suka dikritik namun seiring perjalanan waktu sikap saya terhadap kritik berubah drastis.

Shiv Khera dalam bukunya You Can Win dengan tegas mengatakan, "Satu-satunya cara agar Anda tidak dikritik adalah tidak melakukan apa-apa, tidak berkata apa-apa atau tidak mempunyai apa-apa. Dan karena itu Anda tidak akan pernah mencapai apa pun dalam hidup ini." Bukankah orang cenderung untuk tidak merasa iri kepada orang lain yang sama sekali tidak memiliki prestasi dalam hidupnya? Pepatah bijak pun mengingatkan, semakin tinggi pohon semakin kuat angin menerpanya. Namun jika pohon itu memiliki akar, batang, dan dahan yang kuat, ia akan mampu bertahan terhadap tiupan angin yang kencang.

Akar, batang dan dahan yang kuat itu dapat kita ibaratkan sebagai reaksi kita menghadapi berbagai kritikan itu. Jika kita mau bersikap rendah hati dan terbuka, kita akan senantiasa sadar kalau kita ini masih manusia, makhluk yang penuh dengan segala kekurangan. Orang sering lupa kalau nasihat dan tegoran terkadang bisa hadir dalam bentuk kritik yang paling pedas. Tidak perlu bereaksi secara berlebihan. Sikap yang paling bijaksana adalah mencoba melihat segi positifnya.

Memang tidak semua orang memiliki motif yang benar ketika melontarkan kritik. Ada yang memang ingin membantu, namun ada pula yang memang sudah hobinya mengkritik orang lain. Meski begitu, kalau kita berlaku defensif, kita tidak akan dapat belajar apa-apa. Ambillah hikmah dari setiap kritik yang membangun. Orang yang mengkritik kita dengan motif yang benar sesungguhnya dapat menjadi semacam alarm peringatan dini bahkan konsultan gratis. Hargailah mereka dan ucapkan terima kasih. Kemudian, dengan pikiran terbuka lakukanlah evaluasi demi perbaikan di kemudian hari. Jadikan kritik sebagai bekal tambahan bagi perjalanan sukses Anda sehingga kritik itu akan membangun Anda menjadi insan yang lebih baik. Bagaimana menurut Anda? ***

--- disadur dari "Kritik" karya Paulus Winarto ---

February 7, 2009

Pohon Tua

Alkisah ada seorang anak yang baru lulus dari sekolah hendak pergi ke kota. Tujuan utamanya untuk mencari pekerjaan dan tentu saja merubah nasib. Dia hanya seorang anak petani biasa. Setiap hari dia terbiasa dengan hidup yang sangat sederhana. Orang tuanya sudah terlalu tua untuk diandalkan. Akhirnya menjelang kepergiannya ke kota. Dia pun bertemu dengan bapaknya untuk meminta nasehat. ”Bapak, besok subuh anakmu ini mau berangkat mencari kerja ke kota. Kiranya bapak mengizinkan aku untuk pergi”. Bapak itu pun berkata,” Anakku, bapak tidak bisa membekalimu apa-apa. Tapi sebelum engkau pergi. Bapak mau menunjukkan sesuatu kepada kamu.” Si anak pun melihat bapaknya dengan penuh tanda tanya. ”Apakah itu, Bapak?”. Si Bapak tidak menjawab. Dia tersenyum dan berkata,”Mari ikut aku?”. Lalu dia pun berjalan. Diikuti oleh anaknya dari belakang dengan penuh tanda tanya.

Ternyata mereka pergi ke belakang halaman rumah. Disitu ada sebuah pohon tua yang sangat besar. Umurnya mungkin sudah ratusan tahun. Mereka pun sampai dan berdiri persis di depan pohon tua tersebut. Si bapakpun berkata,” Anakku coba kau perhatikan pohon tua ini?”. Si anak pun mulai memperhatikan pohon tua itu. Yang bisa dilihatnya hanya sebuah pohon tua tidak mempunyai arti. Batangnya pun sangat sulit dipeluk dengan mengandalkan seorang diri. Butuh tiga sampai lima orang. Pohon ini pun tidak tahu termasuk jenis tanaman apa? Yang dia tahu pohon ini sudah ada sejak dia masih kecil. Bisa jadi sebelum dia lahir. ” Bapak, aku tidak melihat yang istimewa dari pohon ini”. Jawab si anak. Si bapak pun secara perlahan-lahan mulai mendekati pohon itu lebih dekat lagi. Dan tangannya pun menyentuh akar pohon tersebut. Lalu dia pun berkata,” Pohon itu begitu kokoh berdiri sampai dengan sekarang. Padahal kita tidak pernah merawatnya. Diapun tumbuh secara alamiah. Ketika hujan dia pun menjadi basah. Kemaraupun pun dia menjadi kekeringan. Tapi lewat proses kehujanan dan kekeringan membuat dia menjadi kokoh dan kuat.”

Si bapak memandang wajah anaknya dengan penuh arti. Sambil melanjutkan perkataannya,” Setiap kali kamu menghadapi persoalan ketika kamu di kota. Ingatlah pohon in. Dia bisa melewati semuanya dengan baik. Walaupun kamu mengalami persoalan besar sekalipun. Itu semua menjadikan kamu lebih kuat dan tegar. Tidak terhempas oleh angin yang besar. Andalkan Sang Pencipta untuk membantu hidupmu. Bila engkau hanya mengandalkan dirimu sendiri dan orang lain itu hanya bersifat sementara. Kamu lebih banyak kecewa. Tapi bila engkau mengandalkan Sang Pencipta kamu tidak pernah kecewa.” Si bapak pun mengakhiri percakapan dengan si anaknya. Si anakpun mulai mengerti. Bahwa di kota nanti dia harus siap menghadapi setiap kesulitan. Dan hanya mengandalkan Sang Pencipta dia pasti berhasil meraih impiannya.

Dalam kehidupan kita zaman sekarang ini. Kita selalu terangsang untuk mencapai kesuksesan secara cepat. Istilah kerennya secara instan. Tanpa mau bersusah payah. Padahal kita semua tahu bahwa ada satu hukum alam yang tidak mungkin kita hindari yaitu hukum proses. Coba ingat ketika kita masih bayi. Kita pun mulai dari belajar merangkak. Lewat proses jatuh bangun beberapa kali. Mungkin bisa juga ratusan kali. Kita baru bisa belajar berdiri. Setelah kedua kaki kita kokoh dan kuat. Barulah kita mulai melangkah. Mulai dari satu, dua, tiga sampai proses melangkah lancar. Barulah kita mulai bisa berjalan. Setelah kita lancar berjalan, maka kita berlari, memanjat, melompat dan semua aktivitas lainnya yang bisa kita lakukan. Apakah semuanya secara instan? Jawabnya pasti. Tidak!. Semuanya lewat sebuah proses perjuangan.

Pertanyaan saya, bagaimana supaya kita bisa melewati proses kehidupan ini secara kuat dan kokoh? Tentu saja kita harus siap menghadapi setiap kesulitan yang datang. Bukan menghindarinya. Lihat saja batu karang yang keras. Bisa tembus lewat proses tetesan air secara terus menerus. Dengan diuji membuat mental kita menjadi kuat. Disinilah timbul kekuatan mental kita seperti keberanian, keuletan, kesetiaan, dll. Dan satu lagi yang membuat kita kuat adalah kita harus mempunyai mentor. Orang yang siap memberikan masukan bagi setiap kemajuan kita. Mentor yang paling setia adalah orang tua kita. Merekalah pendorong buat kita lebih maju. Kita pun bisa memilih mentor, orang yang sudah mempunyai prestasi dan reputasi dibidang yang kita geluti. Tidak hanya memberikan kritikan. Tapi dia juga mampu membimbing kita menjadi sukses. Dan tak lupa sang mentor sejati adalah Sang Pencipta sendiri. Kita harus selalu mendengarkan nasehatnya. Melalui doa secara rutin. Tak lupa kita bersyukur atas permberiannya setiap hari.

--- disadur dari "belajar dari pohon tua" oleh Daniel Kurniawan ---

February 3, 2009

Gagasan

Seorang kawan berkisah tentang perilaku sang Bos di saat rapat di perusahaan dimana dia bekerja. Di sela-sela rapat sesekali si Bos meninggalkan ruang rapat menuju toilet dan setiap si Bos kembali dari toilet pasti ada saja gagasan-gagasan baru yang dia lontarkan. Sebagian adalah ide cemerlang yang boleh jadi adalah salah satu faktor sukses bisnis & organisasi yang dipimpinnya.

Ketika sang penemu besar Thomas Alpha Edison merasa terhambat oleh suatu halangan ditengah-tengah sebuah eksperimen yang sulit, ia menggunakan sebuah metode unik untuk mendapatkan jawaban yang diinginkannya.

Dia membaringkan dirinya diatas sebuah sofa sambil menggenggam sebuah batu kecil lalu dia tidur sejenak. Ketika tertidur dia masuk ke pikiran bawah sadarnya yang ia ketahui sebagai sumber tiada hentinya bagi gagasan-gagasan terbaiknya dan sebagai sebuah gerbang bagi kecerdasan yang tak terbatas. Setelah tubuhnya menjadi rileks, Edison serta merta melonggarkan genggamannya pada batu tadi yang selanjutnya jatuh ke lantai dan mengeluarkan suara keras sehingga membangunkannya dari tidur singkatnya. Pada saat itu juga Edison masih ingat dengan jelas gagasan yang ia gali dalam tidurnya tadi kemudian ia pun segera menuangkan gagasan tersebut dalam tulisan.

Thomas Edison menghasilkan lebih dari 1000 hak paten termasuk hak paten untuk lampu pijar, alat perekam suara, baterai alkaline dan gambar bergerak.

Sembilan puluh enam persen orang di dunia menukarkan waktunya dengan uang sementara itu ada tiga persen lainnya yang membeli waktu dari si 96 % tersebut. Masih tersisa satu persen lagi, siapakah dia? Dia adalah orang yang memiliki gagasan dan mampu menjual kepada si 99 %.

---disadur dari "Gagasan" karya Haryo Ardito ---