March 25, 2009

Belajar dari Lebah

Mungkin satu dua hal membuat anda merasa rendah diri. saya punya sebuah cerita untuk anda.
suatu hari seekor gajah bertemu dengan seekor lebah. si gajh kemudian menghina lebah itu karena lebah itu begitu kecil. namun si lebah merasa tidak rendah diri sedikitpun si gajah jadi heran dan bertanya "memangnya kenapa kau tidak merasa renadah hati? bukankah kau begitu kecil dan sama sekali tidak bisa dibandingkan dengan aku yang besar ini?"

"aku memang kecil, gajah" kata si lebah dengan rendah hati (bukan rendah diri), "tetapi tidakkah kau sadar akan satu hal"

"apa?"

"bahkan aku yang kecil dan tidak sebanding denganmu ini pun memiliki satu keunggulan yang tidak kau miliki"

"apa itu" si gajah makin heran dan tidak terima "tidak mungkin mahluk kecil sepertimu ini memiliki kelebihan!"

"begini" kata si lebah dengan tenang, "aku dapat menghasilkan madu. bahkan jika aku menyerap sari bunga bangkai pun aku tetap bisa menghasilkan madu. tetapi kau, hanya bisa menghasilkan kotoran, meskipun yang kau makan adalah madu"

si gajah pun tertegun tidak menyangka, dan tentu saja tidak terima.

Begitulah seharusnya kita. bahkan seekor lebah yang kecilpun tidak merasa rendah diri, kerena dia sadar, meski dia kecil namun dia tetap memiliki satu keunggulan yang bahkan si gajah pun tidak memilikinya.

Jika anda mau sukses, maka jangan sesekali anda menyesali kelemahan anda, tetapi kembangkan apa yang bisa menjadi kelebihan dalam diri anda. maka kelemahan anda tidak akan terlihat lagi. lagi pula apa gunanya kelemahan disesali? apalagi sampai membuat minder. lebih baik kembangkan kekuatan untuk menghadapi kelemahan itu.

--- disadur dari "Belajar dari lebah" karya I Putu Yudiantara ---

March 6, 2009

Dua orang pertapa

Di Cina hiduplah dua orang pertapa yang beda usia terpaut sangat jauh. Masing-masing diantara mereka tinggal di sebuah bukit yang hanya dipisahkan oleh sebuah sungai. Aktifitas mereka di pagi hari adalah mengambil air ke sungai. Dari sanalah mereka menjadi teman baik karena kerap bertemu dan bercengkrama.

Suatu ketika pertapa muda tak melihat pertapa tua mengambil air. Hal itu berlangsung lebih dari satu minggu, dan membuat pertapa muda khawatir. "Jangan-jangan dia sakit? Lalu siapa yang mengurusnya?" batin pertapa muda. Sebagai rasa solidaritas, pertapa muda segera menjenguk petapa tua.

Di tengah kekhawatiran sampailah pertapa muda di seberang bukit. Ia terkejut karena petapa tua itu ternyata sedang berlatih taichi. "Hei, sudah lebih dari satu minggu kamu tidak mengambil air. Aku mengkhawatirkanmu. Lalu bagaimana kamu minum dan membersihkan diri?" kata pertapa muda itu memberondong pertanyaan.

"Mari! Mari! Saya tunjukkan sesuatu padamu," ucap pertapa tua sembari menggandeng tangan pertapa muda itu ke halaman belakang rumah.

"Dalam dua tahun ini, setiap selesai meditasi saya selalu meluangkan waktu untuk menggali sumur. Saya tetap meluangkan waktu untuk melakukan hal yang sama sesibuk apapun. Sekarang saya sudah memiliki sebuah sumur yang memberikan cukup banyak sumber air. Jadi saya tidak perlu mengangkat air dari sungai. Sayapun punya lebih banyak waktu untuk melakukan hal-hal yang lebih menyenangkan," jelas pertapa tua itu panjang lebar.

Pertapa tua adalah personifikasi yang memiliki kesadaran cukup tinggi untuk mempersiapkan masa depan dengan baik. Ia mengenal betul bahwa masa depan bukan sekedar masa setelah masa kini. Iapun bersedia menerima resiko seberapapun besarnya, karena ia percaya pada harapan yang akan ia wujudkan, yaitu sesuatu yang lebih besar dan berarti.

Kisah diatas mengingatkan kita untuk tidak sekedar tahu bahwa di depan kita ada masa depan. Tetapi kita juga harus mempunyai strategi untuk menghadapi proses menuju masa depan yang lebih baik sesuai dengan visi yang ingin kita capai. Selain itu, kesadaran untuk mempersiapkan masa depan dengan baik akan mendorong kita terus berbenah. Dengan demikian kita akan mampu memanfaatkan waktu yang selalu berkurang dengan sebaik-baiknya.

--- disadur dari "Dua orang pertapa" karya Andrew Ho ---