March 25, 2009

Belajar dari Lebah

Mungkin satu dua hal membuat anda merasa rendah diri. saya punya sebuah cerita untuk anda.
suatu hari seekor gajah bertemu dengan seekor lebah. si gajh kemudian menghina lebah itu karena lebah itu begitu kecil. namun si lebah merasa tidak rendah diri sedikitpun si gajah jadi heran dan bertanya "memangnya kenapa kau tidak merasa renadah hati? bukankah kau begitu kecil dan sama sekali tidak bisa dibandingkan dengan aku yang besar ini?"

"aku memang kecil, gajah" kata si lebah dengan rendah hati (bukan rendah diri), "tetapi tidakkah kau sadar akan satu hal"

"apa?"

"bahkan aku yang kecil dan tidak sebanding denganmu ini pun memiliki satu keunggulan yang tidak kau miliki"

"apa itu" si gajah makin heran dan tidak terima "tidak mungkin mahluk kecil sepertimu ini memiliki kelebihan!"

"begini" kata si lebah dengan tenang, "aku dapat menghasilkan madu. bahkan jika aku menyerap sari bunga bangkai pun aku tetap bisa menghasilkan madu. tetapi kau, hanya bisa menghasilkan kotoran, meskipun yang kau makan adalah madu"

si gajah pun tertegun tidak menyangka, dan tentu saja tidak terima.

Begitulah seharusnya kita. bahkan seekor lebah yang kecilpun tidak merasa rendah diri, kerena dia sadar, meski dia kecil namun dia tetap memiliki satu keunggulan yang bahkan si gajah pun tidak memilikinya.

Jika anda mau sukses, maka jangan sesekali anda menyesali kelemahan anda, tetapi kembangkan apa yang bisa menjadi kelebihan dalam diri anda. maka kelemahan anda tidak akan terlihat lagi. lagi pula apa gunanya kelemahan disesali? apalagi sampai membuat minder. lebih baik kembangkan kekuatan untuk menghadapi kelemahan itu.

--- disadur dari "Belajar dari lebah" karya I Putu Yudiantara ---

March 6, 2009

Dua orang pertapa

Di Cina hiduplah dua orang pertapa yang beda usia terpaut sangat jauh. Masing-masing diantara mereka tinggal di sebuah bukit yang hanya dipisahkan oleh sebuah sungai. Aktifitas mereka di pagi hari adalah mengambil air ke sungai. Dari sanalah mereka menjadi teman baik karena kerap bertemu dan bercengkrama.

Suatu ketika pertapa muda tak melihat pertapa tua mengambil air. Hal itu berlangsung lebih dari satu minggu, dan membuat pertapa muda khawatir. "Jangan-jangan dia sakit? Lalu siapa yang mengurusnya?" batin pertapa muda. Sebagai rasa solidaritas, pertapa muda segera menjenguk petapa tua.

Di tengah kekhawatiran sampailah pertapa muda di seberang bukit. Ia terkejut karena petapa tua itu ternyata sedang berlatih taichi. "Hei, sudah lebih dari satu minggu kamu tidak mengambil air. Aku mengkhawatirkanmu. Lalu bagaimana kamu minum dan membersihkan diri?" kata pertapa muda itu memberondong pertanyaan.

"Mari! Mari! Saya tunjukkan sesuatu padamu," ucap pertapa tua sembari menggandeng tangan pertapa muda itu ke halaman belakang rumah.

"Dalam dua tahun ini, setiap selesai meditasi saya selalu meluangkan waktu untuk menggali sumur. Saya tetap meluangkan waktu untuk melakukan hal yang sama sesibuk apapun. Sekarang saya sudah memiliki sebuah sumur yang memberikan cukup banyak sumber air. Jadi saya tidak perlu mengangkat air dari sungai. Sayapun punya lebih banyak waktu untuk melakukan hal-hal yang lebih menyenangkan," jelas pertapa tua itu panjang lebar.

Pertapa tua adalah personifikasi yang memiliki kesadaran cukup tinggi untuk mempersiapkan masa depan dengan baik. Ia mengenal betul bahwa masa depan bukan sekedar masa setelah masa kini. Iapun bersedia menerima resiko seberapapun besarnya, karena ia percaya pada harapan yang akan ia wujudkan, yaitu sesuatu yang lebih besar dan berarti.

Kisah diatas mengingatkan kita untuk tidak sekedar tahu bahwa di depan kita ada masa depan. Tetapi kita juga harus mempunyai strategi untuk menghadapi proses menuju masa depan yang lebih baik sesuai dengan visi yang ingin kita capai. Selain itu, kesadaran untuk mempersiapkan masa depan dengan baik akan mendorong kita terus berbenah. Dengan demikian kita akan mampu memanfaatkan waktu yang selalu berkurang dengan sebaik-baiknya.

--- disadur dari "Dua orang pertapa" karya Andrew Ho ---

February 13, 2009

Kritik

Suatu ketika hiduplah seorang guru spiritual yang sangat dihormat oleh orang banyak. Setiap hari, sekelompok orang berdiri di depan pintu rumahnya untuk mencari nasihat, mengharapkan penyembuhan atau berkat darinya. Setiap kali sang guru berbicara, orang banyak itu akan mematuhinya. Namun di antara para pendengarnya itu ada seorang yang selalu mencari kesempatan untuk menentang sang guru. Ia senantiasa mencari kelemahan sang guru dan menertawakan segala kekurangan sang guru. Murid-murid sang guru sangat tidak suka akan sikap orang itu. Mereka menganggapnya sebagai jelmaan setan.

Suatu hari "setan" itu jatuh sakit dan meninggal. Semua orang merasa lega. Secara lahiriah mereka kelihatan berdukacita, namun di dalam hati mereka senang karena kata-kata sang guru yang begitu inspiratif tidak akan diganggu lagi dan mereka tidak akan pernah lagi merasa "diteror" oleh kecaman serta tingkah laku orang yang tidak sopan itu.

Namun alangkah terkejutnya orang banyak dan murid-murid sang guru manakala mereka menemukan sang guru tenggelam dalam suasana dukacita akibat kepergiaan "setan" tersebut. Seorang murid memberanikan diri bertanya, apa yang membuat sang guru begitu berduka. "Sesungguhnya saya sedang berduka bagi diri saya sendiri. Di sini saya dikelilingi oleh orang-orang yang menghormati saya. Orang yang sudah meninggal itu adalah satu-satunya yang menentang saya. Saya takut setelah kepergiannya saya tidak berkembang lagi," kata sang guru sambil menangis tersedu-sedu.

Apa pelajaran yang bisa kita petik dari cerita sederhana itu? Saya sendiri mendapat satu pelajaran penting darinya yakni mengenai kritik. Dalam hidup ini orang cenderung mengharapkan pujian dan pengakuan namun berusaha sekuat tenaga untuk menghindari kritik. Dalam dunia politik kita kerap melihat bagaimana penguasa membungkam kaum pengritik yang bernama oposisi.

Sesungguhnya kritik dapat kita jadikan sebuah momentum untuk memperbaiki diri. Saya masih ingat pengalaman bertahun-tahun silam ketika saya baru saja terjun menjadi pembicara seminar. Seusai acara saya senantiasa bertanya kepada beberapa peserta seminar, panitia seminar, istri dan tim saya tentang apa saja kekurangan saya selama presentasi dan sesi tanya jawab berlangsung. Jawaban yang paling umum saya terima adalah saya berbicara terlalu cepat sehingga peserta terkadang menjadi tergopoh-gopoh mengikuti presentasi saya. Hal senada juga kerap saya dapatkan dalam lembar evaluasi seminar.

Kritik tersebut membuat saya menjadi lebih peka akan kebutuhan dan keinginan peserta. Keterbukaan terhadap kritik pada akhirnya juga membuat saya mengetahui kalau sebuah seminar atau training akan lebih efektif jika diselingi dengan sejumlah permainan dan pemutaran klip singkat. Pada akhirnya semua kritikan itu membuat saya semakin berkembang menjadi pembicara seminar yang lebih baik dari hari ke hari. Saya tidak mau berhenti sampai di sini. Hingga hari ini pun masih terus belajar agar terus berkembang.

Seorang teman pernah berpesan agar kita jangan menganggap remeh orang yang mengkritik kita, terutama dalam sebuah event. Mengapa? "Karena bisa jadi, dialah orang yang paling serius memperhatikan Anda!" katanya. Wow, sebuah nasihat yang sungguh berharga! Secara jujur, saya harus mengakui kalau dulu saya termasuk orang yang sangat tidak suka dikritik namun seiring perjalanan waktu sikap saya terhadap kritik berubah drastis.

Shiv Khera dalam bukunya You Can Win dengan tegas mengatakan, "Satu-satunya cara agar Anda tidak dikritik adalah tidak melakukan apa-apa, tidak berkata apa-apa atau tidak mempunyai apa-apa. Dan karena itu Anda tidak akan pernah mencapai apa pun dalam hidup ini." Bukankah orang cenderung untuk tidak merasa iri kepada orang lain yang sama sekali tidak memiliki prestasi dalam hidupnya? Pepatah bijak pun mengingatkan, semakin tinggi pohon semakin kuat angin menerpanya. Namun jika pohon itu memiliki akar, batang, dan dahan yang kuat, ia akan mampu bertahan terhadap tiupan angin yang kencang.

Akar, batang dan dahan yang kuat itu dapat kita ibaratkan sebagai reaksi kita menghadapi berbagai kritikan itu. Jika kita mau bersikap rendah hati dan terbuka, kita akan senantiasa sadar kalau kita ini masih manusia, makhluk yang penuh dengan segala kekurangan. Orang sering lupa kalau nasihat dan tegoran terkadang bisa hadir dalam bentuk kritik yang paling pedas. Tidak perlu bereaksi secara berlebihan. Sikap yang paling bijaksana adalah mencoba melihat segi positifnya.

Memang tidak semua orang memiliki motif yang benar ketika melontarkan kritik. Ada yang memang ingin membantu, namun ada pula yang memang sudah hobinya mengkritik orang lain. Meski begitu, kalau kita berlaku defensif, kita tidak akan dapat belajar apa-apa. Ambillah hikmah dari setiap kritik yang membangun. Orang yang mengkritik kita dengan motif yang benar sesungguhnya dapat menjadi semacam alarm peringatan dini bahkan konsultan gratis. Hargailah mereka dan ucapkan terima kasih. Kemudian, dengan pikiran terbuka lakukanlah evaluasi demi perbaikan di kemudian hari. Jadikan kritik sebagai bekal tambahan bagi perjalanan sukses Anda sehingga kritik itu akan membangun Anda menjadi insan yang lebih baik. Bagaimana menurut Anda? ***

--- disadur dari "Kritik" karya Paulus Winarto ---

February 7, 2009

Pohon Tua

Alkisah ada seorang anak yang baru lulus dari sekolah hendak pergi ke kota. Tujuan utamanya untuk mencari pekerjaan dan tentu saja merubah nasib. Dia hanya seorang anak petani biasa. Setiap hari dia terbiasa dengan hidup yang sangat sederhana. Orang tuanya sudah terlalu tua untuk diandalkan. Akhirnya menjelang kepergiannya ke kota. Dia pun bertemu dengan bapaknya untuk meminta nasehat. ”Bapak, besok subuh anakmu ini mau berangkat mencari kerja ke kota. Kiranya bapak mengizinkan aku untuk pergi”. Bapak itu pun berkata,” Anakku, bapak tidak bisa membekalimu apa-apa. Tapi sebelum engkau pergi. Bapak mau menunjukkan sesuatu kepada kamu.” Si anak pun melihat bapaknya dengan penuh tanda tanya. ”Apakah itu, Bapak?”. Si Bapak tidak menjawab. Dia tersenyum dan berkata,”Mari ikut aku?”. Lalu dia pun berjalan. Diikuti oleh anaknya dari belakang dengan penuh tanda tanya.

Ternyata mereka pergi ke belakang halaman rumah. Disitu ada sebuah pohon tua yang sangat besar. Umurnya mungkin sudah ratusan tahun. Mereka pun sampai dan berdiri persis di depan pohon tua tersebut. Si bapakpun berkata,” Anakku coba kau perhatikan pohon tua ini?”. Si anak pun mulai memperhatikan pohon tua itu. Yang bisa dilihatnya hanya sebuah pohon tua tidak mempunyai arti. Batangnya pun sangat sulit dipeluk dengan mengandalkan seorang diri. Butuh tiga sampai lima orang. Pohon ini pun tidak tahu termasuk jenis tanaman apa? Yang dia tahu pohon ini sudah ada sejak dia masih kecil. Bisa jadi sebelum dia lahir. ” Bapak, aku tidak melihat yang istimewa dari pohon ini”. Jawab si anak. Si bapak pun secara perlahan-lahan mulai mendekati pohon itu lebih dekat lagi. Dan tangannya pun menyentuh akar pohon tersebut. Lalu dia pun berkata,” Pohon itu begitu kokoh berdiri sampai dengan sekarang. Padahal kita tidak pernah merawatnya. Diapun tumbuh secara alamiah. Ketika hujan dia pun menjadi basah. Kemaraupun pun dia menjadi kekeringan. Tapi lewat proses kehujanan dan kekeringan membuat dia menjadi kokoh dan kuat.”

Si bapak memandang wajah anaknya dengan penuh arti. Sambil melanjutkan perkataannya,” Setiap kali kamu menghadapi persoalan ketika kamu di kota. Ingatlah pohon in. Dia bisa melewati semuanya dengan baik. Walaupun kamu mengalami persoalan besar sekalipun. Itu semua menjadikan kamu lebih kuat dan tegar. Tidak terhempas oleh angin yang besar. Andalkan Sang Pencipta untuk membantu hidupmu. Bila engkau hanya mengandalkan dirimu sendiri dan orang lain itu hanya bersifat sementara. Kamu lebih banyak kecewa. Tapi bila engkau mengandalkan Sang Pencipta kamu tidak pernah kecewa.” Si bapak pun mengakhiri percakapan dengan si anaknya. Si anakpun mulai mengerti. Bahwa di kota nanti dia harus siap menghadapi setiap kesulitan. Dan hanya mengandalkan Sang Pencipta dia pasti berhasil meraih impiannya.

Dalam kehidupan kita zaman sekarang ini. Kita selalu terangsang untuk mencapai kesuksesan secara cepat. Istilah kerennya secara instan. Tanpa mau bersusah payah. Padahal kita semua tahu bahwa ada satu hukum alam yang tidak mungkin kita hindari yaitu hukum proses. Coba ingat ketika kita masih bayi. Kita pun mulai dari belajar merangkak. Lewat proses jatuh bangun beberapa kali. Mungkin bisa juga ratusan kali. Kita baru bisa belajar berdiri. Setelah kedua kaki kita kokoh dan kuat. Barulah kita mulai melangkah. Mulai dari satu, dua, tiga sampai proses melangkah lancar. Barulah kita mulai bisa berjalan. Setelah kita lancar berjalan, maka kita berlari, memanjat, melompat dan semua aktivitas lainnya yang bisa kita lakukan. Apakah semuanya secara instan? Jawabnya pasti. Tidak!. Semuanya lewat sebuah proses perjuangan.

Pertanyaan saya, bagaimana supaya kita bisa melewati proses kehidupan ini secara kuat dan kokoh? Tentu saja kita harus siap menghadapi setiap kesulitan yang datang. Bukan menghindarinya. Lihat saja batu karang yang keras. Bisa tembus lewat proses tetesan air secara terus menerus. Dengan diuji membuat mental kita menjadi kuat. Disinilah timbul kekuatan mental kita seperti keberanian, keuletan, kesetiaan, dll. Dan satu lagi yang membuat kita kuat adalah kita harus mempunyai mentor. Orang yang siap memberikan masukan bagi setiap kemajuan kita. Mentor yang paling setia adalah orang tua kita. Merekalah pendorong buat kita lebih maju. Kita pun bisa memilih mentor, orang yang sudah mempunyai prestasi dan reputasi dibidang yang kita geluti. Tidak hanya memberikan kritikan. Tapi dia juga mampu membimbing kita menjadi sukses. Dan tak lupa sang mentor sejati adalah Sang Pencipta sendiri. Kita harus selalu mendengarkan nasehatnya. Melalui doa secara rutin. Tak lupa kita bersyukur atas permberiannya setiap hari.

--- disadur dari "belajar dari pohon tua" oleh Daniel Kurniawan ---

February 3, 2009

Gagasan

Seorang kawan berkisah tentang perilaku sang Bos di saat rapat di perusahaan dimana dia bekerja. Di sela-sela rapat sesekali si Bos meninggalkan ruang rapat menuju toilet dan setiap si Bos kembali dari toilet pasti ada saja gagasan-gagasan baru yang dia lontarkan. Sebagian adalah ide cemerlang yang boleh jadi adalah salah satu faktor sukses bisnis & organisasi yang dipimpinnya.

Ketika sang penemu besar Thomas Alpha Edison merasa terhambat oleh suatu halangan ditengah-tengah sebuah eksperimen yang sulit, ia menggunakan sebuah metode unik untuk mendapatkan jawaban yang diinginkannya.

Dia membaringkan dirinya diatas sebuah sofa sambil menggenggam sebuah batu kecil lalu dia tidur sejenak. Ketika tertidur dia masuk ke pikiran bawah sadarnya yang ia ketahui sebagai sumber tiada hentinya bagi gagasan-gagasan terbaiknya dan sebagai sebuah gerbang bagi kecerdasan yang tak terbatas. Setelah tubuhnya menjadi rileks, Edison serta merta melonggarkan genggamannya pada batu tadi yang selanjutnya jatuh ke lantai dan mengeluarkan suara keras sehingga membangunkannya dari tidur singkatnya. Pada saat itu juga Edison masih ingat dengan jelas gagasan yang ia gali dalam tidurnya tadi kemudian ia pun segera menuangkan gagasan tersebut dalam tulisan.

Thomas Edison menghasilkan lebih dari 1000 hak paten termasuk hak paten untuk lampu pijar, alat perekam suara, baterai alkaline dan gambar bergerak.

Sembilan puluh enam persen orang di dunia menukarkan waktunya dengan uang sementara itu ada tiga persen lainnya yang membeli waktu dari si 96 % tersebut. Masih tersisa satu persen lagi, siapakah dia? Dia adalah orang yang memiliki gagasan dan mampu menjual kepada si 99 %.

---disadur dari "Gagasan" karya Haryo Ardito ---

January 29, 2009

Bekerja Keras ?

Pagi ini seorang ibu menelepon saya sembari menangis terisak-isak. Ibu ini tidak bertanya tentang apapun. Pada intinya ia hanya menumpahkan segala perasaannya tentang deraan hidup yang menurutnya makin menyiksa.

Ibu ini bercerita bahwa ia adalah seorang single parent dengan satu anak yang masih bersekolah di TK. Ibu ini juga menceritakan bahwa suaminya pergi meninggalkannya begitu saja dua tahun yang lalu. Tanpa berita dan tanpa titipan nafkah.

Sejak ditinggal pergi itu, ia menjadi tulang punggung keluarga. Mengurus anak satu-satunya, mengurus orang tuanya yang sudah renta, dan mengurus adik-adiknya yang masih belum bekerja.

Sambil terus terisak, ia menceritakan bagaimana dirinya begitu keras membanting tulang untuk menopang kehidupan keluarganya. Ia berbisnis dengan berdagang berbagai barang dagangan, mulai di lapak sampai di beberapa kios. Ia juga berbisnis di bidang lain termasuk bisnis perkayuan. Selain itu, ia juga menceritakan beberapa model bisnis lain yang ia terjuni.

Mendengar cerita malang-melintangnya ia di berbagai lini bisnis, saya sempat tercenung.

Seberapa besar sih kebutuhan seorang ibu dengan satu orang anak yang masih di TK? Kalau ia juga menanggung beban orang tua dan adik-adiknya, seberapa beratnyakah itu? Atau, begitu menakutkankah masa depan baginya? Bukankah sebagai manusia, kita hanya perlu makan tiga kali sehari? Bukankah Tuhan Maha Adil dan Maha Pemberi Rizki? Bukankah menyiapkan berbagai kebutuhan di masa depan itu mestilah seperti kita akan hidup selamanya?

Saya seperti melihat adanya ketidakproporsionalan antara apa yang ibu ini butuhkan dengan apa yang menurutnya perlu dikerjakan. Saya menangkap kesan bahwa ibu ini telah bekerja terlalu keras. Saya juga bisa mengira-ngira, bahwa ibu ini mulai terjebak pada berbagai tindakan yang "away" ketimbang "toward".

Ibu ini seperti masuk ke dalam penjara untuk terus "berlari dari" apa yang ia takutkan, dan bukan "mengejar apa" yang ia cita-citakan. Ia terjebak masuk ke dalam sirkuit balap yang tak bergaris finish.

Dengan berusaha se-empatik mungkin saya pun berkata kepadanya, "Ibu, yang namanya bekerja keras itu letaknya di antara malas dan ngoyo. Tentang malas kita sudah mengetahui bahwa Tuhan pun tidak suka pada orang malas. Tentang bekerja keras, di sinilah kita seringkali KEBABLASAN dan seolah merasa bisa menggeser kursi Tuhan".

Sepanjang yang saya ketahui, esensi dasar dari The Law of Attraction adalah sabar, syukur, dan ikhlas. Dan, semua itu berada dalam time frame yang jelas bukan milik manusia.

Maka, bekerja malas jelas bukan pilihan. Akan tetapi, bekerja terlalu keras juga bukan pilihan yang bijaksana. Dengan bekerja terlalu keras, belief system kita akan teracuni oleh pernyataan yang berikut ini:
"Kalo nggak gini caranya, ya gimana bisa dapat?"
Lha...! Tidakkah itu sama saja "mengkudeta" Tuhan dengan memposisikan diri sebagai penentu hasil?
Bekerjalah dengan keras, dan tetap memberi ruang untuk keyakinan akan Tuhan sebagai Hakim yang tertinggi.

Lantas, seberapa keraskah kita harus bekerja? Anda ukurlah sendiri dengan parameter ini:
- Sabar,
- Syukur,
- Ikhlas,
- di dalam kerangka waktu yang bukan milik kita.

Let It Go, Let It GOD.

--- disadur dari "Jangan bekerja terlalu keras" karya Ikhwan Sopa ---

January 28, 2009

Rubah dan Anggur

Suatu hari, terik matahari menyinari bumi, hari sangatlah panas. Seekor rubah telah berjalan sangat jauh, keringat yang bercucuran, perut kosong dan ditambah keringnya dahaga. Sambil berjalan ia berbicara kepada diriny sendiri : “Jika ada makanan, ada minuman, alangkah bahagianya diriku!” Sang rubah pun terus berjalan dan berjalan, sehingga tibalah ia di sebuah taman anggur, matanya diarahkan ke atas, WOW!!! Kelihatan tangkaian-tangkaian anggur yang menggiurkan. Anggur ini sudah bentuknya yang bulat besar lagi, bergantungan tinggi dan terjuntai di ranting pohon anggur.

Sang rubah sangat gembira, dan berpikir dalam hati: “Ha ha! Keberuntunganku hari ini lumanyan juga! Tidak pernah saya temukan anggur sebesar dan sebaik ini, pasti rasanya sangat manis dan sangat enak.” Dengan terus memandang juntaian anggur yang besar dan bagus, sambil mengulurkan tangannya sang rubah melompat dengan sekuat tenaga. Anehnya, bagaimanapun usahanya untuk meraih anggur-anggur itu tetap saja tidak dapat diraihnya. Ia berpikir lagi: “Saya akan coba satu kali lagi, pasti dapat saya raih.” Dengan gigih dan penuh semangat serta sekuat tenaganya sang rubah melompat lagi dan lagi. Namun, apa hendak dikata, hal yang sama terjadi kembali. Hati sangat ingin mendapatkan anggur tapi tangan tak sampai. Akhirnya sang rubah merasa sangat kelelahan, tak sedikitpun tenaga yang tersisa, ia kelihatan sangat kesal dan pergi meninggalkan taman anggur. Sambil berjalan kembali sang rubah berbicara dengan dirinya sendiri, “ Apa bagusnya anggur itu! Semuanya asam makanya saya tidak suka makan.”

Anggur yang tidak dapat diraih dan dimakan jadi disimpulkan rasanya asam.

Mari kita pejamkan mata kita sebentar! Pikirkanlah!
Apakah hal demikian di atas pernah terjadi kepada kita?

Mengapa sang rubah terus menjelek-jelekkan anggur yang sama sekali tidak mengganggunya?
Apakah dengan menjelek-jelekkan anggur, sang rubah dapat merasa kenyang dan terlepas dahaganya?

Tanpa disadari, sifat sang rubah itu adanya. Untuk membela diri, menjaga gengsi, ego, rubah menghalalkan segala cara dan menyalakan anggur karena tidak ada cara lain lagi.

Jika rubah telah berusaha dan belum dapat berhasil, mengapa rubah tidak memcari sesuatu yang dapat dimakan dan diminum dari pohon yang lebih rendah? Mungkin saja tidak jauh di depan masih terdapat taman lain misalkan strawberry, semangkah atau yang lainnya.

Bayangkan! Apabila kenyataannya anggur tersebut benar-benar manis. Alasan apa lagi yang akan diberikan sang rubah.
Apakah akan muncul karangan cerita yang lebih histeris?

Untuk apa semua itu! Ingatlah sesuatu hal!
Buat apa menebak dan menfitna, toh kenikmatan di hati hanya sesaat. Akhir ceritanya batin sendiri yang akan tersiksa. Sebab apa yang ditanam itulah yang akan dituai.

--- disadur dari "Rubah dan Anggur" karya Ninie ---

January 20, 2009

Kura-kura

Ada sekelompok kura-kura memutuskan untuk pergi bertamasya. Dasarnya kura-kura, dari sononya memang sudah serba lambat, untuk mempersiapkan piknik ini saja mereka butuhkan waktu tujuh tahun. Akhirnya kelompok kura-kura ini meninggalkan sarang mereka, untuk pergi mencari tempat yang cocok untuk kegiatan piknik mereka. Baru di tahun kedua mereka temukan lokasi yang sesuai dan cocok.

Selama enam bulan mereka membersihkan tempat itu, membongkar semua keranjang perbekalan piknik dan membenahi tempat itu. Lalu mereka baru sadar dan lihat bahwa ternyata mereka lupa membawa garam. Astaga.. sebuah piknik tanpa garam?! Mereka serentak berteriak dan sepakat bahwa ini bisa menjadi sebuah bencana luar biasa. Setelah panjang lebar berdiskusi, seekor kura-kura hijau diputuskan terpilih untuk mengambil garam di rumah mereka. Meskipun ia termasuk kura-kura tercepat dari semua kura-kura yang lambat, si kura-kura hijau ini mengeluh, merengek, menangis dan meronta-ronta dalam batoknya tanda tak suka dengan tugas yang diberikan kepadanya. Namun atas desakan semua pihak akhirnya dengan terpaksa dia bersedia pergi tapi dengan sebuah syarat, bahwa tidak satupun dari mereka boleh makan sebelum da kembali membawa garamnya.

Mereka semua setuju dan si kura-kura hijau ini berangkatlah. Tiga tahun lewat dan kura-kura hijau itu masih juga belum kembali. Lima tahun.. enam tahun.. lalu memasuki tahun ketujuh kepergiannya, seekor kura-kura tua sudah tak kuat menahan laparnya. Lalu dia mengumumkan bahwa ia begitu lapar dan mengajak lainnya untuk makan dan mulailah dia membuka kotak perbekalan.

Pada saat itu juga tiba-tiba muncul si kura-kura hijau dari balik akar pohon dan berteriak keras: "Lihat!! Benar kan!? Aku tahu kalian pasti tak sabar menungguku, kalau begini caranya aku tidak mau pergi mengambil garam."

Sementara orang sering memboroskan waktu sekedar untuk menunggu hingga orang lain memenuhi harapannya. Dan sebaliknya, dia juga sering begitu kuatir, prihatin, sering-sering malah terlalu memperdulikan apa yang dikerjakan orang lain sampai-sampai dan bahkan tak ada apapun yang dia perbuat.

--- disadur dari "Kura-kura" karya Haryo Ardito ---

January 7, 2009

Katak mencari kotak

Di suatu kampung katak di pelosok daerah manusia, kabarnya terdapat sebuah Box ajaib yang diyakini dapat mengabulkan semua permintaan pembukanya. Box tersebut berada di puncak gunung yang mempunyai ketinggian 1000 kaki. Suatu ketika saat gosip tersebut mulai meluas, maka katak pun berkumpul di kaki gunung untuk bersiap-siap melompat ke puncak itu. Terdapat sekitar 500an katak di sana.

Dan tiba-tiba melompatlah seekor katak ke gunung tersebut dengan susah payah, akhirnya setelah beberapa saat katak itu jatuh dan terguling-guling turun. Lalu katak itu pun berkata kepada katak yang lain kalau ini mustahil untuk didaki katak. Katak-katak yang mencoba pun sudah banyak sekali yang gagal.

Tidak lama setelah itu muncul lagi seekor katak dari belakang dan langsung melompat ke gunung dengan penuh semangat, terus terus dan terus. Tapi setelah beberapa saat maka katak-katak yang gagal tersebut mulai meneriaki katak itu "oooiii... kamu ga mungkin bisa lah, kita ini cuma katak mana mungkin bisa mendaki gunung 1000 kaki!!!". Katak yang sedang melompat pun spontan menoleh ke belakang dan akhirnya.. buumm, ia terpeleset dan jatuh lagi ke bawah. Ia pun merasa gagal!!

Sudah hampir separuh katak yang mencoba dan gagal, tapi di satu sisi ada seekor katak yang sudah melompat setinggi 500 kaki lebih dengan sangat cepat. Sepertinya katak itu akan berhasil... tapi tiba-tiba semua katak yang di bawah berseru lagi "oooiii... jangan buang waktu lah kita nih cuma katak, mana mungkin bisa!! Belum tentu juga Box itu adalah Box ajaib!!!"

Si katak yang saat itu sudah mencapai 700 kaki pun, berhenti sambil berpikir. "Benar juga yah, belum tentu Box ini bisa mengabulkan permintaan saya. Lagian saya kan cuma katak". Tiba-tiba si katak pun turun ke bawah dengan sendirinya sambil banyak berpikir.

Setelah beberapa saat tidak ada katak yang mencoba mendaki gunung, dari kejauhan terlihat katak yang sedang melompat dengan sangat kuat sekali. Tiba-tiba wwuusshh si katak itu mulai melompat ke gunung dan terus melompat tanpa berhenti. Dengan sangat cepat ia sudah mendaki 200, 300, dan 500 kaki. Katak-katak yang di bawah pun mulai meneriaki dia!!

"oooiii... kmu ga akan bisa, kita ini cuma katak!! Belum tentu juga itu ada Box ajaibnya!!" Tapi si katak itu terus melompat tanpa menoleh ke belakang . Tinggal 200 kaki, 100, dan sampai lah katak itu di puncak. Dengan perasaan deg-degan katak itu membuka Box tersebut sambil meminta untuk menjadi manusia!! Dan tiba-tiba jadilah ia seorang pria yang tampan...

Wartawan dari berbagai kantor berita pun mulai menemui katak dan mewawancarainya "Hai katak kenapa kamu bisa sampai di atas sini??" Jawab katak "saya sampai di puncak!!!". Lalu wartawan pun bingung dengan jawaban katak dan mencoba bertanya lagi "Kenapa kamu bisa tapi teman-teman kamu ga bisa??" "saya jadi manusia sekarang..."jawab si katak. Karena jawabannya selalu tidak sesuai akhirnya ia pun dibawa wartawan ke RS dan akhirnya diketahui kalau katak yang menjadi orang tersebut ternyata adalah Seekor Katak Yang Tuli.

Moral cerita ini adalah :

Disadari atau tidak seringkali pada saat kita ingin mencapai sesuatu banyak sekali halangan yang harus dihadapi. Mulai dari orang yang tidak dikenal, teman, bahkan sampai keluarga. Ada yang bilang kita ga bisa lah, ada yang bilang ga mungkin lah, dll. Banyak sekali orang-orang yang gagal ingin kita mengikuti kegagalannya!! Tapi iya, ini adalah goal kita sendiri jadi kalau kita benar-benar yakin dengan apa yang kita ingini, tutup mata kita, tutup telinga kita, dan jalani sesuai keyakinan kita

--- Disadur dari "Tutup mata dan telinga" karya Phang Arie Susanto ---

January 3, 2009

Sebutir Beras

Tidak bisa kita pungkiri Olympiade 2008 di Beijing yang acara pembukaannya berlangsung sukses dan spektakuler tersebut mengundang decak kagum semua orang Cina yang sekarang muncul sebagai negara super power dahulunya pernah sangat miskin. Dengan jumlah penduduk yang berjumlah 1 milyar kala itu bukan barang mudah bagi pemerintah Cina untuk mensejahterakan rakyatnya. Hutang luar negeri dari negara tetangga terdekat pun menjadi gantungan yaitu dari negara Uni Sovyet. Alkisah suatu hari terjadi perselisihan paham antara Mao Zedong pemimpin Cina era itu dengan pemimpin Sovyet. Perselisihan begitu panas sampai keluar statement dari pemimpin Sovyet, " Sampai rakyat Cina harus berbagi 1 celana dalam untuk 2 orang pun, Cina tetap tidak akan mampu membayar hutangnya. ! "

Ucapan yang sangat menyinggung perasaan rakyat Cina itupun disampaikan Mao kepada rakyatnya dengan cara menyiarkannya lewat siaran radio,perihal penghinaan dari pemimpin Sovyet itu, secara terus menerus dari pagi hingga malam ke seluruh negeri sambil mengajak segenap rakyat Cina untuk bangkit dan melawan penghinaan tersebut dengan cara berkorban.

Ajakan Mao kepada rakyatnya adalah menyisihkan 1 butir beras, ya, hanya 1 butir beras untuk setiap anggota keluarga, setiap kali mereka akan memasak. Jika 1 rumah tangga terdiri dari 3 orang maka cukup sisihkan 3 butir beras. Nah , beras yang disisihkan dari 1 Milyar penduduk Cina tersebut, tidak dikorupsi tentunya akan menghasilkan 1 milyar butir beras setiap hari. Hasilnya dikumpulkan ke pemerintah untuk dijual. Uangnya digunakan untuk membayar hutang kepada negara pemberi hutang, yang telah menghina mereka. Akhirnya Cina berhasil melunasi hutang mereka ke Sovyet dalam waktu yang sangat cepat.

Keterhinaan yang mendalam telah membangkitkan rasa nasionalisme Cina untuk bangkit melawan hinaan tersebut dengan tindakan nyata, bukan hanya tindakan seremonial, pidato atau upacara di stadion besar.

Kiranya kisah di atas bisa dijadikan contoh bagi kita. Potensi manusia Indonesia yang demikian besar selama ini tidak menjadi kekuatan bahkan sebaliknya menjadi beban karena masih banyaknya tikus yang berada di lumbung beras Republik Indonesia Kita sering silau oleh hal-hal besar namun seringkali mengabaikan kekuatan dari hal kecil yang tidak dilakukan dengan sepenuh hati. Sebutir padi sehari bisa membalik keadaan terhina menjadi terangkat. Maukah kita?

--- disadur dari "Arti sebutir beras' karya Djodi Ismanto ---