November 27, 2008

Nilai Kita

Ijinkan saya bercerita sedikit pada rekan-rekan, ada seorang yang sangat terpelajar di sebuah desa, bisa dibilang dia adalah satu-satunya pemuda yang sudah sekolah ke ibu kota dan lulus dengan gemilang. Suatu saat ia pulang ke desanya.
Kemudian hujan turun dengan lebatnya sehingga menyebabkan sungai pun banjir, jembatan desa yang menghubungkan desa itu dengan desa lain pun tidak kuat menahan derasnya arus sungai sehingga akhirnya roboh.

Keesokan paginya, penduduk desa berkumpul untuk membicarakan hal memperbaiki jembatan itu, termasuk si pemuda terpelajar tadi. Akhirnya mereka sepakat untuk membangun jembatan lagi menggunakan jalinan batang pohon kelapa sehingga kokoh seperti bendungan, si pemuda sebenarnya tidak setuju dengan rencana ini namun ia diam saja karena sungkan untuk mengungkapkan idenya. Mereka sebenarnya kecewa kenapa si pemuda yang terpelajar itu hanya diam saja. Setelah seharian bekerja akhirnya selesailah jembatan baru itu.

Hujan deras kembali datang dan sungai pun menjadi deras kembali. Jembatan baru mereka memang terlihat kokoh menahan derasnya arus sungai, namun karena terus menerus digempur arus sungai, tali-tali penahan balok-balok kayu itu tidak sanggup lagi bertahan, bobot balok kayu yang berat ditambah dengan permukaannya yang kasar menyebabkan tali-tali tersebut putus dan kembali jembatan ambrol terkena arus.

Esoknya penduduk desa kembali berkumpul, dan pada saat itu lah mereka menanyakan kepada si pemuda tentang pemikirannya. Si pemuda berkata bahwa ia sebenarnya sudah tidak setuju mengenai membuat jembatan dengan balok pohon kelapa, ia sudah memperkirakan bahwa bobot balok terlalu berat dan permukaannya yang kasar akan membuat tali-tali penahannya yang kalah. Beberapa penduduk desa marah karena si pemuda tidak mengungkapkan hal ini kemarin. Menyadari kesalahan itu, si pemuda segera mengajukan idenya yaitu membuat jembatan menggunakan pohon bambu, bambu memiliki sifat yang lentur dan permukaan yang halus. Akhirnya mereka membuat jembatan bambu, si pemuda mengarahkan penduduk desa bagaimana cara menjalin bambu-bambu tersebut agar kokoh dan menunjukkan mereka cara mengikat yang benar.

Hujan deras datang lagi malam hari itu, dan arus deras membuat jembatan bambu itu melengkung dan bergetar. Esok harinya mereka memeriksa jembatan bambu itu, masih kokoh dengan hanya beberapa bambu terluar saja yang sedikit pecah. Mereka semua bersuka cita dan mengucapkan terimakasih pada si pemuda.

Rekan-rekan, terkadang kita merasa apresiasi orang tidak bisa tinggi terhadap kita padahal kita merasa sebagai orang yang pandai dan terpelajar. Kita jangan dulu merasa jengkel, marilah kembali berkaca dan bersikap rendah diri. Kita perlu merenungkan apakah yang telah kita lakukan, bukan apa yang kita pikir bisa kita lakukan. Tanpa wujud yang nyata dalam sebuah tindakan, semua yang kita pikirkan adalah sia-sia. Pagi ini saat berangkat ke kantor saya mendengarkan radio dan ada satu kata-kata yang sangat menarik, "Kita menilai diri kita dari apa yang kita pikir bisa kita lakukan namun orang lain menilai diri kita dari apa yang telah kita lakukan".

Salam positif!

No comments: